Di bawah cahaya lampu megah San Siro, pusat kota Milan, Italia, menjadi saksi bagaimana Liverpool menuliskan satu lagi kisah dramatis di panggung Liga Champions. Tanpa Mohamed Salah, yang biasanya menjadi poros permainan dan sumber kepercayaan diri The Reds, suasana terasa sedikit berbeda. Namun kekosongan itu justru membuka ruang bagi pahlawan baru. Dominik Szoboszlai melangkah mantap pada menit ke-88, menatap gawang Inter Milan, lalu mengeksekusi penalti yang menuntun Liverpool meraih kemenangan tipis 1-0. Penalti itu bukan hanya soal angka—itu adalah tanda ketangguhan Liverpool di tengah badai internal yang sedang mereka hadapi.
Ketidakhadiran Salah bukan tanpa cerita. Beberapa jam sebelum pertandingan, ia mengunggah foto dirinya di gym kosong AXA Training Centre. Sebuah pesan diam yang lebih keras dari kata-kata. Bisik-bisik konflik dengan pelatih Arne Slot sudah terdengar lama, dan kini meledak ke permukaan. Di balik tembok San Siro yang penuh sejarah, Liverpool memasuki pertandingan ini dengan tekanan emosional dan kondisi skuad yang pincang. Federico Chiesa absen karena sakit, Cody Gakpo cedera, dan Slot hanya bisa berharap pada Hugo Ekitike serta Alexander Isak—dua penyerang mahal yang belum klik satu sama lain.
Ketidakhadiran Salah bukan tanpa cerita. Beberapa jam sebelum pertandingan, ia mengunggah foto dirinya di gym kosong AXA Training Centre. Sebuah pesan diam yang lebih keras dari kata-kata. Bisik-bisik konflik dengan pelatih Arne Slot sudah terdengar lama, dan kini meledak ke permukaan. Di balik tembok San Siro yang penuh sejarah, Liverpool memasuki pertandingan ini dengan tekanan emosional dan kondisi skuad yang pincang. Federico Chiesa absen karena sakit, Cody Gakpo cedera, dan Slot hanya bisa berharap pada Hugo Ekitike serta Alexander Isak—dua penyerang mahal yang belum klik satu sama lain.
Inter hampir membalikkan keadaan. Menjelang akhir babak pertama, dukungan tifosi tuan rumah menggema keras ketika Lautaro Martínez menanduk bola ke arah gawang. Namun Alisson Becker, dengan refleks bak panther, menepis sundulan itu. Felix Zwayer, wasit asal Jerman yang memimpin pertandingan, juga sempat mencuri perhatian ketika memutuskan beberapa momen krusial, termasuk gol Inter yang dianulir usai tinjauan VAR karena bola mengenai lengan Ekitike lebih dulu.
Di lapangan, kurangnya chemistry itu terlihat jelas. Beberapa kali Ekitike memotong dari sisi kanan, namun pilihan kakinya tidak sealamiah Salah yang biasa memotong dengan kaki kiri. Isak pun tampak gamang, seperti pemain yang masih mencari ritme di orkestrasi yang belum ia kenal betul. Ada satu momen yang mencerminkan betapa tidak sinkronnya trio depan itu: umpan terukur Alexis Mac Allister ke sisi luar Manuel Akanji, tetapi Isak berlari ke dalam, membuat peluang itu hilang begitu saja. Ironisnya, ancaman Liverpool justru datang dari lini tengah—Virgil van Dijk, Curtis Jones, hingga Ryan Gravenberch—yang beberapa kali memaksa kiper Inter, Yann Sommer, bekerja keras.
Namun titik balik benar-benar tiba saat Florian Wirtz masuk menggantikan Isak. Pemain muda senilai £100 juta itu membawa ritme baru, energi baru, dan keberanian yang akhirnya membuat Alessandro Bastoni melakukan kesalahan fatal: menarik bajunya di kotak penalti. Zwayer menunjuk titik putih, San Siro terdiam sejenak, dan Szoboszlai melangkah pasti ke bola. Ketika bola itu bersarang ke pojok gawang, jutaan penggemar Liverpool tahu bahwa babak baru tengah dimulai.
Saat peluit panjang berbunyi, para pendukung Liverpool yang hadir di Milan meneriakkan nama Arne Slot. Malam ini bukan hanya tentang lolos ke delapan besar Liga Champions. Ini adalah cerita bagaimana Liverpool menemukan kekuatan dalam kekurangan, ketenangan dalam ketegangan, dan harapan dalam konflik. Di San Siro, stadion penuh legenda ini, The Reds kembali menemukan diri mereka.
Admin
Referensi : ESPN













